“VOOC vs HyperCharge: Bedah Ilmu di Balik Fast Charging Oppo, Vivo, Samsung, & Xiaomi”
Prinsip dasar yang perlu dipahami cepat
Fast charging pada dasarnya bisa dicapai dua cara:
1. meningkatkan tegangan (V) dan menjaga arus (A) relatif rendah (high-voltage, low-current), atau
2. menjaga tegangan rendah tapi menaikkan arus (low-voltage, high-current).
Setiap pendekatan punya konsekuensi berbeda soal di mana panas muncul (di charger atau di dalam ponsel), kompleksitas rangkaian, kompatibilitas, dan kebutuhan kabel/charger khusus. 
VOOC / SuperVOOC (OPPO) — teknis & cara kerjanya
• Pendekatan: VOOC dibuat OPPO sebagai solusi low-voltage, high-current. Contoh awal VOOC: 5V / 4.5A (≈22.5W). SuperVOOC berkembang ke 50W, 65W, sampai tingkat yang lebih tinggi dengan arsitektur serupa. Intinya OPPO menaikkan arus alih-alih menaikkan tegangan. 
• “Direct charging” & pembagian tugas: OPPO memindahkan sebagian besar sirkuit konversi dan pengendalian ke charger, sehingga di dalam ponsel tidak ada step-down tegangan besar yang membuat panas. Hasilnya tegangan masuk ke ponsel relatif rendah, jadi panas utama timbul lebih banyak di adaptor/charger, bukan di smartphone. 
• Handshaking & kabel khusus: VOOC memakai handshake dua arah antara adaptor dan terminal lewat sinyal D+ / D− (dan kabel VOOC punya sirkuit enkripsi khusus). Artinya untuk dapat kecepatan penuh diperlukan charger + kabel bersertifikat VOOC. Tanpa itu, ponsel akan fallback ke charging normal. 
• Dual-cell / pembagian baterai: Pada versi SuperVOOC, baterai sering dipisah jadi dua sel yang diisi paralel (split battery). Teknik ini mengurangi impedansi per-sel dan memungkinkan pengisian lebih cepat dan lebih seimbang. OPPO juga menambahkan kontrol presisi untuk tegangan (skala sekitar 3–10V) dan arus sampai ~6.5A pada versi tertentu. 
• Keamanan & klaim umur baterai: OPPO memaparkan skema proteksi multi-level dan hasil uji yang menunjukkan retention kapasitas tinggi setelah banyak siklus pada implementasi SuperVOOC-nya (hasil uji internal / laboratorium). 
FlashCharge / Super FlashCharge (vivo / iQOO) — teknis & ciri khas
• Pendekatan serupa tapi berevolusi: vivo / iQOO menggunakan branding FlashCharge / Super FlashCharge yang pada dasarnya menerapkan prinsip dual-cell, charge pump, dan kontrol arus/tegangan canggih—idenya mirip dengan SuperVOOC pada level konsep (mengoptimalkan arus & arsitektur baterai untuk kecepatan tinggi). Untuk varian ultra cepat mereka (120W → 200W) vivo memperkenalkan banyak inovasi baterai dan pengendalian, seperti pola cell baru, bahan elektroda/elektrolit yang disesuaikan, serta multi-pump circuit.  
• Charge pump / multi-pump: Pada tingkat watt tinggi, vivo memakai mekanisme charge-pump (atau beberapa pompa paralel) di adaptor/charger dan di dalam rangkaian charging untuk efisiensi tinggi dan mengurangi kehilangan daya (panas). Charger modern vivo juga dibuat GaN dan sering mendukung PD untuk kompatibilitas fallback.  
Samsung — USB Power Delivery (PD) + PPS (cara kerja)
• Pendekatan: Samsung pada produk modern mengandalkan USB-PD (Power Delivery) dengan PPS (Programmable Power Supply) untuk Super Fast Charging. PD/PPS cenderung menaikkan tegangan (mis. 9V, 12V, 15V, 20V) sesuai negosiasi, sehingga kabel dan adaptor membawa daya pada tegangan lebih tinggi dan arus lebih rendah.  
• PPS = lebih ramping & efisien: PPS memperbolehkan adaptor memberi tegangan yang bisa disesuaikan dalam langkah-kecil sehingga perangkat bisa memilih voltase/arus optimal. Ini mengurangi konversi tegangan terlalu besar di sisi ponsel (kurangi rugi daya) dan membantu mengontrol panas lebih baik daripada PD tradisional yang hanya menyediakan langkah tetap. Namun konversi still terjadi (biasanya ponsel tetap menurunkan tegangan masuk menuju baterai), sehingga beberapa panas akan timbul di dalam ponsel.  
• Kompatibilitas: Karena PD/PPS adalah standar USB-IF, Samsung lebih kompatibel dengan banyak charger PD/PPS pihak ketiga (dengan catatan charger itu memang mendukung PPS dan watt yang dibutuhkan). 
Xiaomi HyperCharge — teknis & poin penting
• Pendekatan hibrida (dual pump + dual cell): Xiaomi HyperCharge (contoh model 120W) memakai dual charge pumps dan baterai dual-cell (split) supaya dapat menerima daya besar tanpa menaikkan satu sel menjadi arus ekstrem. Charge pump menyesuaikan tegangan/arussedemikian rupa agar efisiensi tinggi dan panas terkontrol.  
• MI-FC & kontrol real-time: Xiaomi menerapkan monitoring real-time dan mekanisme untuk mempertahankan arus tinggi sampai level baterai lebih tinggi, sehingga mengurangi waktu “trickle” di akhir pengecasan. Namun itu memerlukan charger & kabel original untuk performa maksimum.  
Head-to-head: inti perbedaan teknis dan implikasinya
1. Prinsip listrik yang dipakai
• OPPO / vivo / Xiaomi (pada mode ultra-fast) cenderung menggunakan low-V + high-A + split battery + charge pump/adaptor heavy lifting untuk menurunkan panas dalam chassis ponsel.  
• Samsung (PD/PPS) menggunakan higher-V negotiable dengan adaptor dan ponsel yang bernegosiasi; ponsel biasanya punya buck converter internal untuk menurunkan tegangan ke level baterai, walau PPS mengurangi rugiannya. 
2. Di mana panas muncul
• VOOC/SuperVOOC/FlashCharge: desain memindahkan banyak konversi ke charger, sehingga lebih sedikit panas di dalam ponsel, ideal untuk mengurangi thermal stress di motherboard. 
• PD/PPS: beberapa langkah konversi tetap terjadi di dalam ponsel → panas lebih terasa pada handset walau PPS mengurangi sebagian rugi. 
3. Kabel & adaptor
• VOOC/FlashCharge/HyperCharge: butuh kabel & adaptor bersertifikat untuk kecepatan penuh (kabel khusus, enkripsi/handshake).  
• Samsung PD/PPS: lebih interoperable dengan charger PD/PPS pihak ketiga asalkan spesifikasinya cocok. 
4. Kompatibilitas & kenyamanan
• Proprietary fast-charge: super cepat tapi kurang universal (harus pakai charger pabrikan / bersertifikat). 
• PD/PPS: lebih universal; satu charger PPS bisa melayani banyak device. 
5. Dampak ke umur baterai & keamanan
• Semua vendor besar (OPPO, vivo, Xiaomi, Samsung) memasang proteksi hardware & software: pengaturan arus/tegangan, pemantauan suhu, dan algoritma pengisian agar degradasi baterai terkontrol. OPPO mempublikasikan hasil uji yang menunjukkan retention kapasitas yang baik pada SuperVOOC 2.0 dalam kondisi uji lab mereka. Namun, secara umum pengisian sangat cepat menambah stres siklik baterai, sehingga jika sering dipakai tiap hari pada kecepatan maksimum, umur efektif baterai akan turun lebih cepat dibanding pengisian lambat.  
Implikasi praktis untuk teknisi / pengguna
• Teknisi: bila pelanggan pakai VOOC / SuperVOOC / FlashCharge dan bawa charger non-original, sering keluhan “ngecas lambat” adalah wajar — periksa kabel & adaptor sertifikasi. Untuk servis papan, perhatikan jalur charging / IC power yang pada smartphone fast-charge memiliki desain khusus (bypass channels, balancing untuk split battery).  
• Pengguna: pakai charger & kabel original kalau mau isi cepat; kalau mau “hemat baterai” sering-sering pakai pengisian standar atau isi dengan watt lebih rendah (mis. 20–30W) untuk penggunaan jangka panjang. Hindari memakai ponsel berat (game) sambil ngecas pada kecepatan maksimum karena bakal meningkatkan suhu dan stres komponen.  
Ringkasan singkat (1 kalimat tiap poin)
• VOOC/SuperVOOC (OPPO): low-V / high-A, converter & proteksi besar di charger, kabel ber-handshake, panas lebih di adaptor, perlu kabel/charger asli untuk performa puncak. 
• vivo / iQOO FlashCharge: filosofi mirip, versi ultra cepat (120W/200W) tambahkan inovasi battery & multi-pump untuk tekan waktu charge.  
• Samsung (PD + PPS): berbasis standar USB-PD, PPS bantu nego voltase yang lebih halus, lebih universal tapi masih ada konversi di handset sehingga panas terkadang terasa di ponsel.  
• Xiaomi HyperCharge: dual-charge pump + dual-cell untuk terima daya besar; performa tinggi tapi mengandalkan charger & desain baterai khusus.
sumber: unofficial SMART people