Kenaikan Tarif Ojek Online Ditunda Kemenhub: Konsumen Bahagia, Driver Merana - Portal Masyarakat

Menu Nav

    Social Items

Ojek Online
Ojek Online, sumber nextunicorn

PORTAL MASYARAKAT - Ahli ekonomi dari Unair, Rumayya Batubara mengatakan, niat bagus pemerintah untuk mensejahterakan driver ojol dengan kenaikan biaya ojol tak senantiasa memberi imbas yang diinginkan.


Dia memberi sebuah analogi, apabila kebijakan ini membikin konsumen memilih moda transportasi lain ketika biaya ojol tinggi, dipastikan pendapatan driver ojol akan menurun.


Penyebabnya lantaran karakter pengguna ojol yang sungguh-sungguh peka kepada harga. Saat ada perubahan harga, mereka akan mencari pilihan moda transportasi lain, ataupun malahan mengurangi mobilitasnya.

"Misalkan jikalau sebelumnya driver ojol tersebut dapat menerima 10 penumpang, dengan adanya kenaikan ini penumpangnya jadi turun jadi 7 ataupun cuma 5.


Perlu diingat, jumlah driver tidak berkurang, namun penumpang berkurang," ujar Rumayya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (18/8/2022).


Dari sisi konsumen, menurut studi yang dijalankan oleh Research Institute of Socio- Economic Development (RISED), lebih dari 50 persen konsumen ojol merupakan masyarakat menengah bawah dan ojol dipilih sebab murah.



Apabila kenaikan biaya ojol terlalu tinggi, hal itu dapat menciptakan ojol tak relatif murah lagi oleh beberapa besar konsumen.


Hasilnya, konsumen akan memilih alternatif transportasi lain, salah satunya kendaran pribadi, yang akan memunculkan persoalan lain seperti kemacetan lalu lintas.


"Saat biaya ojol naik di tahun 2019, sebanyak 75 persen konsumen menolak kenaikan harga ojol.

Prosentase penolakan tersebut tergolong tinggi, sedangkan kenaikan biaya pada ketika itu tak sebesar di tahun 2022 ini.


Tahun ini kami memang belum menjalankan studi terkini, namun kemungkinan besar akan ada lebih dari 75 persen konsumen yang menolak, sebab kenaikan tarifnya jauh lebih tinggi," kata Rumayya, yang juga yaitu Ketua Regu Peneliti RISED.


Dia menerangkan, secara keseluruhan kenaikan biaya ojol yang tinggi dapat menekan daya beli masyarakat dan ikut serta menaikkan inflasi.


Terutamanya dikala ini pemerintah tengah berusaha untuk menekan inflasi lewat program subsidi di beragam jenis sektor.


"Kita lihat dikala ini inflasi sedang tinggi. Malahan untuk inflasi pangan tertinggi semenjak tahun 2015.


Apabila inflasi tinggi, karenanya daya beli konsumen tergerus," ujar Rumayya.

Kemenhub sendiri menunda peresmian biaya baru ojek online (ojol) dari semestinya 15 Agustus 2022 menjadi 30 Agustus 2022.


Berdasarkan Rumahyya, perpanjangan waktu tersebut bisa menjadi momentum bagi Kemenhub dalam menjaring usulan dari para pemangku kepentingan dalam mempertimbangkan biaya baru ojol.


"Penundaan pemberlakukan ini baik meskipun tambahannya cuma 15 hari. Sehingga ada waktu lebih panjang, untuk menghitung lagi pengaruhnya, dan apakah ada solusi yang lebih bagus.


Sekiranya memang sepatutnya naik, karenanya berapa besaran biaya yang cocok. Jadi perpanjangan waktu ini dapat diterapkan untuk mencari usulan dan tambahan data supaya dapat mengambil kebijakan publik lebih ideal, kami benar-benar dukung untuk itu," kata Rumayya.

Baca Juga

Kenaikan Tarif Ojek Online Ditunda Kemenhub: Konsumen Bahagia, Driver Merana

Ojek Online
Ojek Online, sumber nextunicorn

PORTAL MASYARAKAT - Ahli ekonomi dari Unair, Rumayya Batubara mengatakan, niat bagus pemerintah untuk mensejahterakan driver ojol dengan kenaikan biaya ojol tak senantiasa memberi imbas yang diinginkan.


Dia memberi sebuah analogi, apabila kebijakan ini membikin konsumen memilih moda transportasi lain ketika biaya ojol tinggi, dipastikan pendapatan driver ojol akan menurun.


Penyebabnya lantaran karakter pengguna ojol yang sungguh-sungguh peka kepada harga. Saat ada perubahan harga, mereka akan mencari pilihan moda transportasi lain, ataupun malahan mengurangi mobilitasnya.

"Misalkan jikalau sebelumnya driver ojol tersebut dapat menerima 10 penumpang, dengan adanya kenaikan ini penumpangnya jadi turun jadi 7 ataupun cuma 5.


Perlu diingat, jumlah driver tidak berkurang, namun penumpang berkurang," ujar Rumayya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (18/8/2022).


Dari sisi konsumen, menurut studi yang dijalankan oleh Research Institute of Socio- Economic Development (RISED), lebih dari 50 persen konsumen ojol merupakan masyarakat menengah bawah dan ojol dipilih sebab murah.



Apabila kenaikan biaya ojol terlalu tinggi, hal itu dapat menciptakan ojol tak relatif murah lagi oleh beberapa besar konsumen.


Hasilnya, konsumen akan memilih alternatif transportasi lain, salah satunya kendaran pribadi, yang akan memunculkan persoalan lain seperti kemacetan lalu lintas.


"Saat biaya ojol naik di tahun 2019, sebanyak 75 persen konsumen menolak kenaikan harga ojol.

Prosentase penolakan tersebut tergolong tinggi, sedangkan kenaikan biaya pada ketika itu tak sebesar di tahun 2022 ini.


Tahun ini kami memang belum menjalankan studi terkini, namun kemungkinan besar akan ada lebih dari 75 persen konsumen yang menolak, sebab kenaikan tarifnya jauh lebih tinggi," kata Rumayya, yang juga yaitu Ketua Regu Peneliti RISED.


Dia menerangkan, secara keseluruhan kenaikan biaya ojol yang tinggi dapat menekan daya beli masyarakat dan ikut serta menaikkan inflasi.


Terutamanya dikala ini pemerintah tengah berusaha untuk menekan inflasi lewat program subsidi di beragam jenis sektor.


"Kita lihat dikala ini inflasi sedang tinggi. Malahan untuk inflasi pangan tertinggi semenjak tahun 2015.


Apabila inflasi tinggi, karenanya daya beli konsumen tergerus," ujar Rumayya.

Kemenhub sendiri menunda peresmian biaya baru ojek online (ojol) dari semestinya 15 Agustus 2022 menjadi 30 Agustus 2022.


Berdasarkan Rumahyya, perpanjangan waktu tersebut bisa menjadi momentum bagi Kemenhub dalam menjaring usulan dari para pemangku kepentingan dalam mempertimbangkan biaya baru ojol.


"Penundaan pemberlakukan ini baik meskipun tambahannya cuma 15 hari. Sehingga ada waktu lebih panjang, untuk menghitung lagi pengaruhnya, dan apakah ada solusi yang lebih bagus.


Sekiranya memang sepatutnya naik, karenanya berapa besaran biaya yang cocok. Jadi perpanjangan waktu ini dapat diterapkan untuk mencari usulan dan tambahan data supaya dapat mengambil kebijakan publik lebih ideal, kami benar-benar dukung untuk itu," kata Rumayya.